Dahulu kala di desa Dadapan hidup seorang janda, yang terkenal dengan sebutan Mbok Rondo Dadapan. Rondo Dadapan ini mempunyai tiga orang putri yang cantik-cantik. Yang tertua bernama Kleting Abang, yang kedua Kleting Hijau, dan yang ketiga Kleting Kuning.
Entah apa sebabnya, janda ini sangat membenci putri bungsunya. Jika kedua putrinya yang lebih tua dimanjakan dengan pakaian indah dan makanan sedap, maka si bungsu dipaksanya untuk berpakaian compang-camping dan diwajibkan pergi ke sungai untuk mencuci pakaian dan perabot dapur. Jika curiannya tidak bersih, maka ia akan dicaci-maki dan didera.
Namun karena dasarnya Kleting Kuning adalah seorang anak yang mempunyai budi yang baik serta watak yang halus, maka ia menerima semua perlakuan itu dengan sabar, sehingga di kemudian hari akan mendapat ganjaran dari para dewa.
Demikianlah seperti biasa pada suatu pagi ia menuju ke sungai untuk mencuci. Oleh karena pekerjaan pagi itu berat sekali, maka ia pun menyesali nasibnya yang buruk itu sambil bersabda kepada para dewa, “Oh dewa, apa yang telah saya perbuat sehingga harus menanggung penderitaan ini? Oh! Tolonglah saya!”
Seselesainya kata-kata itu diucapkan, tiba-tiba terbang turun entah dari mana seekor burung Bango Tontong yang teramat besar, yang segera menolongnya untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan sempurna, sehingga membuat ibu dan kedua kakaknya tercengang.
Bantuan itu terus diberikan Bango Tontong sampai ada kabar bahwa seorang pangeran, yang bernama Ande-Ande Lumut, sedang mencari calon istri. Mendengar kabar baik itu, Janda Dadapan segera mengirim kedua putrinya yang lebih tua untuk mencalonkan diri mereka menjadi istri sang Pangeran. Namun putrinya yang bungsu, yang ingin juga mencoba peruntungannya, dicegahnya dengan keras. Larangannya kali ini tidak digubris oleh si bungsu, karena ia telah mendapat restu dari Bango Tontong, dan telah dibekali pula sebatang lilin wasiat, yang disebut sada lanang (lidi laki-laki).
Untuk menuju ke kediaman sang Pangeran, ketiga putri sang Janda itu harus menyeberangi sebuah sungai yang dalam airnya. Kedua putrinya yang pertama dan kedua dapat melakukan hal itu, karena dapat bantuan dari seekor ketam siluman, yang disebut Yuyukangkang, dengan satu ciuman sebagai imbalan. Kleting Kuning dapat juga menyeberang, bukan dengan bantuan ketam itu, melainkan berkat lidi ajaibnya, yang dapat mengeringkan sungai hanya dengan satu sebatan saja. Si bungsu harus berbuat demikian, karena permintaannya untuk diseberangkan telah ditolak mentah-mentah oleh si ketam, karena menurut si ketam si bungsu buruk pakaiannya dan bau tubuhnya.
Kejadian ini membawa untung baginya, karena Ande-Ande Lumut justru hanya mau beristri dengan wanita yang belum dinodai Yuyukangkang. Demikianlah pada akhirnya, putri bungsu, yang dijahati ibu dan kedua kakaknya, dijadikan istri oleh Ande-Ande Lumut dan selanjutnya hidup rukun dengan suaminya bagaikan binatang mimi jantan dan betina.
Ande-Ande Lumut
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar