Reuni perdana penggawa Persik Kediri periode 70-80 an pada 31 Oktober yang lalu tak hanya dihadiri para pemain legenda. Namun ada pula sosok yang punya peran sentral bagi skuad Macan Putih era lawas tersebut, yakni aktor di balik layar tim yang dulu berkostum khas merah hitam itu seolah terlupakan.
Seorang pria yang sudah tak muda lagi berdiri tepat di bawah spanduk merah hitam. Dengan raut wajah penasaran, kakek berkacamata itu memandangi spanduk yang ada foto para pemain lawas Persik Kediri.
Namun ternyata dia tidak sedang mencari dirinya dalam foto di antara para pemain yang berpose di tengah lapangan itu. “Saya memang tidak ada (di antara foto itu, red),” kata beliau lirih.
Bukan karena sedang absen sehingga pria yang akrab sekali disapa Pak Gudel tersebut
tidak ada di antara para penggawa Macan Putih lainnya. Seperti pemain ‘asal Tiongkok’ Sony Sandra, kiper keturunan India Naresh Jawmahal, hingga gelandang ‘asal 'Timur Tengah’ Ayik Farid dan belasan pemain lain di foto hitam putih itu.
“Saya memang bukan pemain, jadi tidak ikut difoto,” sebut kakek dua cucu itu. Meski bukan pemain, dalam tubuh Persik Kediri peran pria kelahiran Kediri 22 April 1942 itu sangat sentral. Tak heran, suami dari Sutarti itu menjadi salah satu undangan reuni yang digelar di sebuah restoran di Kota Kediri.
“Saya dulu humasnya Persik,” kenang pria bertopi itu. Sebagai humas, Harsono demikian nama asli dari pak Gudel adalah corong Persik Kediri waktu itu. Dia punya tugas utama memobilisasi massa untuk datang ke Stadion Brawijaya menyaksikan pertandingan.
“Dulu pakai mobil keliling itu, belakangnya ada spanduk dan disiarkan keliling,”
kenang pak Gudel.
Karena belum ada koran apalagi media internet yang memuat berita Persik Kediri setiap hari, media tersebut (keliling kampung, red) adalah satu-satunya sarana menyampaikan jadwal pertandingan saat itu.
Dengan alat itu, Harsono mengaku berkeliling dari kampung ke kampung di Kota Kediri, Kabupaten Kediri bahkan hingga Tulungagung dan Trenggalek.
“Dulu tiketnya masih Rp 100 kalau pertandingan biasa. Kalau lawannya bagus seperti Makassar atau Persebaya bisa Rp 300,” ingat pak Gudel.
Dilukis Dengan Tangan, Awalnya Dikenakan wasit
Harsono yang masih tetap memandangi spanduk itu mengaku sedang memperhatikan logo Persik Kediri yang menempel di sana. Sesekali dia mengernyitkan dahi. Juga membuka dan memasang kembali kaca matanya.
“Saya dulu yang membuat logo itu. Tapi aslinya (gambar logo, red) tidak seperti itu. Sudah berubah,” kata Harsono alias pak Gudel tiba-tiba.
Setelah itu dia merinci perbedaannya. Mulai dari kotak segi lima yang dulunya bukan garis lurus. “Agak melengkung. Gambar gapuranya juga sudah berubah,” jelas Harsono.
Wajar jika Harsono sangat paham tentang logo tersebut. Pasalnya, memang dialah yang membuat untuk kali pertama hingga dipakai sampai saat ini.
“Saya membuatnya tahun 1972 atas perintah ketua umum Persik Kediri dulu. Pak Ruhimat (Kajari Kediri waktu itu, red),” ungkap Harsono.
Gambar gapura yang menjadi objek utama logo, menurutnya, terinspirasi gapura Kodam VIII Brawijaya (saat ini Kodam V), serta model tren kebanyakan gapura waktu itu. “Waktu itu kota dan kabupaten masih bergabung (Persik dan Persedikab, red),” terang Harsono.
Dia tak tahu persis kenapa disuruh membuat logo. Tugasnya sebagai Humas Persik Kediri dan sering membuat spanduk dukungan untuk Persik Kediri yang membuatnya ketiban tugas tersebut.
“Saya lukis tangan waktu membuatnya dulu,” sebut Harsono yang warga Kelurahan Tinalan, Kecamatan Pesantren, Kota Kediri ini. Dua kali Harsono mengajukan draf logo hingga akhirnya diterima. Desainnya seperti yang ada sekarang ini. Meski sudah tidak sama persis. “Karena kena komputer, jadinya banyak yang berubah gambarnya,” duga Harsono.
Meski sama sekali tak mendapatkan upah untuk membuat logo yang sekarang sudah terdaftar di Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) ini, bahkan sudah dikenal dibeberapa negara luar, Harsono mengaku tetap bangga. Apalagi logo buatannya langsung mendapat tempat dan terus dipakai sampai saat ini. “Dulu yang pertama pakai logonya malah wasit Persik. Pemainnya belum pakai logo di kausnya,” papar Harsono.
Meski tidak mempermasalahkan logo buatannya yang kini agak berubah, Harsono mengaku prihatin dengan kondisi Persik Kediri. Juga dengan nasib para pemain serta pengurus lama, termasuk dirinya yang tak pernah mendapat perhatian dari pengurus baru meski memiliki jasa yang tak bisa dipandang sebelah mata untuk Persik Kediri.
“Sekarang nonton saja bayar. Bukannya mau gratis terus, tapi sebagai pendahulu kita ingin ada penghargaanlah,” harapan pak Gudel atau Harsono mengakhiri.
Harsono (Pembuat Logo Persik Kediri)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar