Sri Samarawijaya adalah raja pertama Kadiri yang memerintah sejak tahun 1042. Gelar lengkapnya ialah Sri Samarawijaya Dharmasuparnawahana Teguh Uttunggadewa.
Kedudukan Samarawijaya pada masa Airlangga
Pada masa pemerintahan Airlangga dan raja-raja sebelumnya, jabatan tertinggi sesudah raja adalah rakryan mahamantri. Jabatan ini identik dengan putra mahkota, sehingga pada umumnya dijabat oleh putra atau menantu raja.
Dari prasasti-prasasti yang dikeluarkan Airlangga sejak 1021 sampai 1035, yang menjabat sebagai rakryan mahamantri adalah Sanggramawijaya Tunggadewi. Sedangkan, pada prasasti Pucangan (1041) muncul nama baru, yaitu Samarawijaya sebagai rakryan mahamantri.
Sanggramawijaya Tunggadewi identik dengan putri sulung Airlangga dalam Serat Calon Arang yang mengundurkan diri menjadi pertapa bernama Dewi Kili Suci. Dalam kisah tersebut, Dewi Kili Suci diberitakan memiliki dua orang adik laki-laki.
Dengan demikian, Samarawijaya dipastikan adalah adik Sanggramawijaya Tunggadewi
Perang Saudara melawan Janggala
Sebelum turun takhta tahun 1042, Airlangga dihadapkan pada masalah persaingan antara kedua putranya. Maka, ia pun membelah wilayah kerajaannya menjadi dua, yaitu Kadiri dan Janggala. Peristiwa ini diberitakan dalam Nagarakretagama dan Serat Calon Arang, serta diperkuat oleh prasasti Turun Hyang (1044).
Dalam prasasti Turun Hyang, diketahui nama raja Janggala setelah pembelahan ialah Mapanji Garasakan. Nama raja Kadiri tidak disebutkan dengan jelas, namun dapat diperkirakan dijabat oleh Samarawijaya, karena sebelumnya ia sudah menjabat sebagai putra mahkota.
Prasasti Turun Hyang tersebut merupakan piagam pengesahan anugerah Mapanji Garasakan tahun 1044 terhadap penduduk desa Turun Hyang yang setia membantu Janggala melawan Kadiri. Jadi, pembelahan kerajaan yang dilakukan oleh Airlangga terkesan sia-sia belaka, karena kedua putranya, yaitu Samarawijaya dan Mapanji Garasakan tetap saja berebut kekuasaan.
Adanya unsur Teguh dalam gelar Samarawijaya, menunjukkan kalau ia adalah putra Airlangga yang dilahirkan dari putri Dharmawangsa Teguh. Sedangkan Mapanji Garasakan adalah putra dari istri kedua. Dugaan bahwa Airlangga memiliki dua orang istri didasarkan pada penemuan dua patung wanita pada Candi Belahan di lereng Gunung Penanggungan, yang diyakini sebagai situs pemakaman Airlangga.
Akhir Pemerintahan Samarawijaya
Pemerintahan Samarawijaya di Kadiri dikenal sebagai masa kegelapan karena ia tidak meninggalkan bukti prasasti. Ia naik takhta dipastikan tahun 1042, karena pada tahun itu Airlangga turun takhta menjadi pendeta (berdasarkan berita dari prasasti Pamwatan dan prasasti Gandhakuti).
Akhir pemerintahan Samarawijaya tidak diketahui dengan pasti. Prasasti yang menyebutkan nama raja Kadiri selanjutnya adalah prasasti Sirah Keting tahun 1104, yang dikeluarkan oleh Sri Jayawarsa. Tidak jelas apakah Sri Jayawarsa adalah pengganti langsung dari Sri Samarawijaya, ataukah ada raja lain yang berada di antara keduanya.
0 komentar:
Posting Komentar